a

Selasa, 24 Juni 2014

sekedar biografi JP coen

Diposting oleh Unknown di 17.38

Sosok Penuh Misteri “ Jhon Pieterzoon Coen”
JP Coen lahir di Hoorn pada tahun 1586 atau 1587. Tanggal kelahirannya kurang jelas, yang jelas ialah bahwa ia dibaptis pada tanggal 8 Januari 1587 sebagai putra Pieter Janszoon. Pada usia ke 13 ia dikirim ayahnya ke Roma. Disana ia magang pada seorang pedagang Flandria, Belgia bernama Joost de Visscher. Di Roma ia tinggal selama 6 tahun. Selain belajar dagang, ia juga belajar berbagai macam bahasa.
Pada tahun 1607 ia kembali ke Hoorn lalu pada tanggal 22 Desember pada tahun yang sama ia berangkat ke Hindia. Pada kesempatan ini ia diberi nama Coen. Ia kembali lagi pada tahun 1610. Pada perjalanan pertamanya ke Hindia tidak banyak yang diketahui selain bahwa atasannya, Pieter Willemszoon Verhoeff konon dibunuh orang Banda saat negosiasi pembelian rempah-rempah. Hal ini bisa jadi memicu kekejian Coen dalam menghadapi orang Banda pada masa depan.
Kemudian pada tahun 1623, ia menyerahkan kekuasaan kepada Pieter de Carpentier dan ia sendiri pulang ke Belanda. Oleh pimpinan Kompeni (VOC) ia disuruh kembali ke Hindia dan menjadi Gubernur-Jenderal kembali. Maka iapun datang pada tahun 1627. Pada masa jabatannya kedua ia terutama berperang melawan Kesultanan Banten dan Mataram. Mataram menyerang Batavia dua kali, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Kedua-duanya gagal, tetapi Coen tewas secara mendadak pada tanggal 21 September 1629, empat hari setelah istrinya, Eva Ment, melahirkan seorang putri yang juga meninggal.
J.P. Coen dikenang sebagai pendiri Hindia Belanda di Belanda. Namanya banyak dipakai sebagai nama-nama jalan dan bahkan di Amsterdam ada sebuah gedung yang dinamai dengan namanya (Coengebouw). Sebaliknya, di Indonesia ia terutama dikenal sebagai seorang pembesar Kompeni yang kejam.
JP Coen, si peletak dasar Batavia, dijuluki Mur Jangkung, kalau melihat patung yang dibuat menurut ukuran sebenarnya, dia tidak jangkung. Ia coba membuat Batavia seperti Hoorn, kota kelahirannya. "JP Coen dibangga-banggakan oleh pemerintah kolonial. Mulai dari zaman VOC sampai dengan masa kolonial Hindia Belanda. Bahkan, gambar JP Coen ada di uang gulden ketika itu", kata Dr Liliek Suratminto, pakar VOC kepadaRadio Nederland.
Jan Pieterszoon Coen meninggal di Batavia pada tanggal 21 September 1629. Baru 42 tahun umurnya ketika ia meninggal. Namun, dalam hidup yang relatif singkat itu, dia mampu jadi tokoh kontroversial. Inilah Jan Pieterszoon Coen, pemimpin VOC yang hidup pada 1587-1629. Ia dijuluki Ijzeren Jan, Jan Besi, karena kebengisannya.
Bahkan, beberapa hari sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir, ia masih menyiksa anak asuhnya, Sarah, yang ketahuan main serong dengan seorang pelaut. Sang pelaut dihukum mati.
Terdapat 2 versi yang berbeda mengenai penyebab kematian Coen. Menurut versiBelanda, Coen meninggal karena kolera yang kini lebih dikenal dengan muntaber (muntah berak), sedangkan versi lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini kemudian diyakini bahwa Coen meninggal karena terjangkit wabah kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung setelah peristiwa Serangan Besar di Batavia tahun 1628.
Selain itu ada cerita menarik dibalik kematian Coen. Dalam catatan arsip Belanda, JP Coen meninggal akibat serangan penyakit kolera pada 20 September 1629, tepat saat tentara Mataram dibawah pimpinan jenderal Panembahan Juminah dan Adipati Suro Agul Agul menyerbu jantung kota Batavia, misteri kematian JP Coen tetap menjadi tanda tanya sejarah , sebab pihak Mataram mengklaim bahwa JP Coen meninggal akibat tebasan pedang pasukan khusus sandi Mataram yang berada di garis belakang pertahanan Batavia, kepala JP Coen dipenggal dan dibawa ke kerajaan Mataram di Plered Bantul Yogyakarta dan sampai saat Sultan Agung wafat di tahun 1645, kepala JP Coen itu ikut dikuburkan dibawah tangga makam Sultan Agung, sebagai pertanda kemenangan Mataram terhadap kerajaan Belanda.
Wafatnya JP Coen adalah buah kerja pasukan “Dom Sumuruping Mbanyu” yaitu pasukan khusus Mataram termasuk Raden Ayu Utari Sandijayaningsih anak Raden Bagus Wonoboyo, cucu dari Roro Ratu Pembayun, yang saat itu menjadi penyanyi kesayangan JP Coen di dalam kastil, dalam operasi yang sangat rahasia itu tersebutlah seorang juru tulis VOC yang bersandi Wong Agung Aceh, pemuda berkulit putih dan berhidung mancung yang ternyata adalah kepercayaan Sultan Agung yang diselundupkan melalui kapal dagang Aceh yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar.
Operasi yang dikomandoi oleh Mahmudin ( Wong Agung Aceh ) ini berhasil dengan sukses, setelah Raden Utari Sandi Jayaningsih mampu meminumkan racun arsenikum pada Eva Ment dan mengakibatkan istri JP Coen beserta anaknya itu meninggal. Maka 4 hari berikutnya giliran dia menggoda JP Coen dalam pesta mabuk-mabukan dan JP Coen yang tidak biasa minum sampai mabuk, lupa dan lengah sehingga berniat memperkosa Raden Ayu Utari Sandijayaningsih dalam kamarnya.
Dalam keadaan mabuk JP Coen tidak melihat bahwa Mahmudin menyelinap masuk kedalam kamar JP Coen dan memenggal kepala JP Coen yang dengan cepat oleh Utari Sandi Jayaningsih dibawa keluar benteng, menyusul beberapa ledakan hebat yang diakibatkan sabotase salah satu pasukan Sandi bernama Wargo, segera setelah serangan bom pada pesta itu, beberapa korban termasuk perempuan bergelimpangan dalam keadaan hangus sehingga Utari Sandi Jayaningsih dinyatakan tewas dalam petaka itu.
Peran raden Ayu Utari Sandijayaningsih didalam cerita ini sangat mirip dengan yang dilakukan sang neneknya Roro Pembayun saat menaklukkan Ki Ageng Mangir, jadi buah jatuh selalu tidak jauh dari pohonnya , namun peranan kali ini lebih berskala besar yaitu melawan penjajah kolonial dan merupakan bangsa asing yang sangat licik dan kuat persenjataannya.
Perjalanan kepala JP Coen dari benteng VOC diterima oleh Raden Bagus Wonoboyo yang kemudian secara estafet dibawa ke Mataram oleh divisi Tumenggung Surotani untuk diserahkan kepada Sultan Agung di Mataram , keberhasilan operasi komando pembunuh JP Coen ini secara keseluruhan telah menghentikan niat Sultan Agung melanjutkan peperangan melawan Kompeni Belanda di Batavia, namun selama Sultan Agung masih bertahta di Mataram selama itu pula Batavia tidak berani mengusik kedudukan Sultan Agung di Mataram. Itulah cerita kematian Coen yang masih menjadi misteri.
Untuk mengenang Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen, pemerintah kolonial Belanda telah mendirikan sebuah monumen dan patung pendiri Kota Batavia itu. Gubernur Jenderal VOC (1619-1623 dan 1627-1629) ini, dibuat patungnya pada 1869, bertepatan dengan 250 tahun usia kota Batavia oleh Gubernur JenderalPieter Mijer (1866-1872). Patung Coen yang berdiri dengan angkuh sambil menunjuk jari telunjuknya dengan mottonya yang terkenal: Dispereet Niet ("pantang berputus asa").
Setelah berdiri selama 74 tahun di depan Gedung Putih yang kini jadi Gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, patung dari tembaga ini pun digusur dan dihancurkan pada 7 Maret 1943 selama pendudukan Jepang. Di masa kolonial Belanda, ulang tahun Jakarta selalu diperingati pada 30 Mei, ketika di tanggal tersebut tahun 1619, Coen menghancurkan Jayakarta.
Di kota kelahirannya, Jan pieterzoon coen juga memiliki monument tersendiri. Salah satu monumen penting di Hoorn adalah patung Jan Pieterzoon Coen yang berdiri megah di alun-alun pusat kota. Dilihat dari segi artistik, patung itu indah, tetapi bagi beberapa kalangan, patung JP Coen sangat mengganggu. Patung itu melambangkan penghormatan terhadap seorang pembantai terbesar dalam sejarah Belandac Begitu pendapat Eric van de Beek, pemrakarsa Burgerinitiatief atau Prakarsa Warga yang ingin patung itu dipindahkan dari Alun-alun Hoorn ke museum.
Di Belanda, patung JP Coen di kota kelahirannya sudah diprotes sejak lama. Protes terhadap monumen atau nama adalah gejala segala zaman, dan terjadi di berbagai tempat. Walaupun sudah lama diprotes, baru sekarang Pemda Kotapraja Hoorn bersedia mencari kompromi. Pemda menolak memindahkan patung yang diresmikan pada 1893 itu. Tapi pada Radio Nederland, JP Westenberg, pejabat Pemda Bidang Seni Budaya, menjelaskan,  "Mempelajari kembali siapa JP Coen dan apa saja ulahnya di Nusantara kala itu”. Patung itu akan dilengkapi dengan naskah yang menjelaskan segi-segi positif dan negatif JP Coen.








0 komentar:

Posting Komentar

 

hanya sekedar Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review