BACA SELENGKAPNYA DI : http://www.slideshare.net/annschaday/dampak-es-sebagai-menu-berbuka-puasa-di-bulan-ramadhan
Blogroll
About
Minggu, 03 Agustus 2014
Selasa, 24 Juni 2014
maknai prosesnya
Ini gambaran saya coba makanai dehhh ^_^
Ini ceritanya gambar gadis cantik, cantikkan tapi masih ada yang kurang deh apa ayo?
hemm yang ini ada kerudungnya tapi kerudungnya masih kerdus (kerudung dusta)
sederhanakan yok! ^_^
Nah ini sederhana, syar'i tetap cantikkan
yang pake kaca mata juga bisa kok sederhana,syar'i suuuperkan.
bagi teman-teman ayo mulai membuat proses menuju yang lebih baik!!!!
Bintang saya
PENGUSAHA SYARI’AH
KEAJAIBAN UNTUK DUNIA
Nama saya Ghina Amanda Putri Chaniago
yang biasa dikenal dengan Ghina atau Chani kedua orang tua saya murni berdarah
Indonesia yaitu, Minang. Tempat tanggal lahir saya adalah Samarinda, 28 April
1998 lahir di Samarinda bukan artinya saya tidak bisa berbahasa padang saya
mengerti bila apa yang dikatakan tapi saya sedikit lamban membalas kembali jika
mengunakan bahasa padang karena lidah saya yang belum terlatih.
sekedar biografi JP coen
Sosok Penuh Misteri
“ Jhon Pieterzoon Coen”
JP Coen
lahir di Hoorn pada
tahun 1586 atau 1587. Tanggal kelahirannya kurang jelas, yang jelas ialah bahwa
ia dibaptis pada
tanggal 8
Januari 1587 sebagai
putra Pieter Janszoon. Pada usia ke 13 ia dikirim ayahnya ke Roma.
Disana ia magang pada seorang pedagang Flandria, Belgia bernama
Joost de Visscher. Di Roma ia tinggal selama 6 tahun. Selain belajar dagang, ia
juga belajar berbagai macam bahasa.
Pada
tahun 1607 ia
kembali ke Hoorn lalu pada tanggal 22
Desember pada tahun yang sama ia berangkat ke Hindia.
Pada kesempatan ini ia diberi nama Coen. Ia
kembali lagi pada tahun 1610. Pada
perjalanan pertamanya ke Hindia tidak banyak yang diketahui selain bahwa
atasannya, Pieter
Willemszoon Verhoeff konon dibunuh orang Banda saat
negosiasi pembelian rempah-rempah. Hal ini bisa jadi memicu kekejian Coen dalam
menghadapi orang Banda pada
masa depan.
Kemudian pada tahun 1623, ia menyerahkan kekuasaan kepada Pieter de Carpentier dan ia sendiri pulang ke Belanda. Oleh
pimpinan Kompeni (VOC) ia disuruh kembali ke Hindia dan
menjadi Gubernur-Jenderal kembali. Maka iapun datang pada tahun 1627. Pada masa
jabatannya kedua ia terutama berperang melawan Kesultanan Banten dan Mataram.
Mataram menyerang Batavia dua kali, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Kedua-duanya gagal, tetapi Coen
tewas secara mendadak pada tanggal 21 September 1629, empat hari setelah istrinya, Eva Ment,
melahirkan seorang putri yang juga meninggal.
J.P. Coen dikenang sebagai pendiri Hindia Belanda di Belanda. Namanya banyak dipakai
sebagai nama-nama jalan dan bahkan di Amsterdam ada sebuah gedung yang dinamai dengan
namanya (Coengebouw). Sebaliknya, di Indonesia ia terutama dikenal
sebagai seorang pembesar Kompeni yang kejam.
JP Coen,
si peletak dasar Batavia, dijuluki Mur Jangkung, kalau melihat patung yang
dibuat menurut ukuran sebenarnya, dia tidak jangkung. Ia coba membuat Batavia
seperti Hoorn, kota kelahirannya. "JP Coen dibangga-banggakan oleh
pemerintah kolonial. Mulai dari zaman VOC sampai dengan masa kolonial Hindia
Belanda. Bahkan, gambar JP Coen ada di uang gulden ketika itu", kata Dr
Liliek Suratminto, pakar VOC kepadaRadio Nederland.
Jan Pieterszoon Coen meninggal di
Batavia pada tanggal 21 September 1629. Baru 42 tahun umurnya ketika ia
meninggal. Namun, dalam hidup yang relatif singkat itu, dia mampu jadi tokoh
kontroversial. Inilah Jan Pieterszoon Coen, pemimpin VOC yang hidup pada
1587-1629. Ia dijuluki Ijzeren Jan, Jan Besi, karena kebengisannya.
Bahkan, beberapa hari sebelum
mengembuskan napasnya yang terakhir, ia masih menyiksa anak asuhnya, Sarah,
yang ketahuan main serong dengan seorang pelaut. Sang pelaut dihukum mati.
Terdapat 2 versi yang berbeda mengenai
penyebab kematian Coen. Menurut versiBelanda, Coen
meninggal karena kolera yang kini lebih dikenal dengan muntaber (muntah berak), sedangkan versi
lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini kemudian
diyakini bahwa Coen meninggal karena terjangkit wabah kolera yang sengaja
disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung setelah peristiwa Serangan Besar di Batavia tahun 1628.
Selain itu ada cerita menarik dibalik
kematian Coen. Dalam
catatan arsip Belanda, JP Coen meninggal akibat serangan penyakit kolera pada
20 September 1629, tepat saat tentara Mataram dibawah pimpinan jenderal
Panembahan Juminah dan Adipati Suro Agul Agul menyerbu jantung kota Batavia,
misteri kematian JP Coen tetap menjadi tanda tanya sejarah , sebab pihak
Mataram mengklaim bahwa JP Coen meninggal akibat tebasan pedang pasukan khusus
sandi Mataram yang berada di garis belakang pertahanan Batavia, kepala JP Coen
dipenggal dan dibawa ke kerajaan Mataram di Plered Bantul Yogyakarta dan sampai
saat Sultan Agung wafat di tahun 1645, kepala JP Coen itu ikut dikuburkan
dibawah tangga makam Sultan Agung, sebagai pertanda kemenangan Mataram terhadap
kerajaan Belanda.
Wafatnya JP Coen adalah buah kerja pasukan “Dom Sumuruping Mbanyu” yaitu pasukan khusus Mataram termasuk
Raden Ayu Utari Sandijayaningsih anak Raden Bagus Wonoboyo, cucu dari Roro Ratu
Pembayun, yang saat itu menjadi penyanyi kesayangan JP Coen di dalam kastil,
dalam operasi yang sangat rahasia itu tersebutlah seorang juru tulis VOC yang
bersandi Wong Agung Aceh, pemuda berkulit putih dan berhidung mancung yang
ternyata adalah kepercayaan Sultan Agung yang diselundupkan melalui kapal
dagang Aceh yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar.
Operasi yang dikomandoi oleh Mahmudin ( Wong Agung Aceh )
ini berhasil dengan sukses, setelah Raden Utari Sandi Jayaningsih mampu
meminumkan racun arsenikum pada Eva Ment dan mengakibatkan istri JP Coen
beserta anaknya itu meninggal. Maka 4 hari berikutnya giliran dia menggoda JP
Coen dalam pesta mabuk-mabukan dan JP Coen yang tidak biasa minum sampai mabuk,
lupa dan lengah sehingga berniat memperkosa Raden Ayu Utari Sandijayaningsih
dalam kamarnya.
Dalam keadaan mabuk JP Coen tidak melihat bahwa Mahmudin
menyelinap masuk kedalam kamar JP Coen dan memenggal kepala JP Coen yang dengan
cepat oleh Utari Sandi Jayaningsih dibawa keluar benteng, menyusul beberapa
ledakan hebat yang diakibatkan sabotase salah satu pasukan Sandi bernama Wargo,
segera setelah serangan bom pada pesta itu, beberapa korban termasuk perempuan
bergelimpangan dalam keadaan hangus sehingga Utari Sandi Jayaningsih dinyatakan
tewas dalam petaka itu.
Peran raden Ayu Utari Sandijayaningsih didalam cerita ini
sangat mirip dengan yang dilakukan sang neneknya Roro Pembayun saat menaklukkan
Ki Ageng Mangir, jadi buah jatuh selalu tidak jauh dari pohonnya , namun
peranan kali ini lebih berskala besar yaitu melawan penjajah kolonial dan
merupakan bangsa asing yang sangat licik dan kuat persenjataannya.
Perjalanan kepala JP Coen dari benteng VOC diterima oleh
Raden Bagus Wonoboyo yang kemudian secara estafet dibawa ke Mataram oleh divisi
Tumenggung Surotani untuk diserahkan kepada Sultan Agung di Mataram ,
keberhasilan operasi komando pembunuh JP Coen ini secara keseluruhan telah
menghentikan niat Sultan Agung melanjutkan peperangan melawan Kompeni Belanda
di Batavia, namun selama Sultan Agung masih bertahta di Mataram selama itu pula
Batavia tidak berani mengusik kedudukan Sultan Agung di Mataram. Itulah cerita
kematian Coen yang masih menjadi misteri.
Untuk mengenang Gubernur Jenderal Jan
Pieterzoon Coen, pemerintah kolonial Belanda telah mendirikan sebuah monumen
dan patung pendiri Kota Batavia itu. Gubernur Jenderal VOC (1619-1623 dan
1627-1629) ini, dibuat patungnya pada 1869, bertepatan dengan 250 tahun usia
kota Batavia oleh Gubernur JenderalPieter Mijer (1866-1872). Patung Coen yang berdiri dengan
angkuh sambil menunjuk jari telunjuknya dengan mottonya yang terkenal: Dispereet Niet ("pantang berputus asa").
Setelah berdiri selama 74 tahun di
depan Gedung Putih yang kini jadi Gedung Departemen
Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat,
patung dari tembaga ini pun digusur dan dihancurkan pada 7 Maret 1943 selama pendudukan Jepang. Di masa kolonial Belanda,
ulang tahun Jakarta selalu diperingati pada 30 Mei, ketika
di tanggal tersebut tahun 1619, Coen menghancurkan Jayakarta.
Di kota kelahirannya, Jan pieterzoon
coen juga memiliki monument tersendiri. Salah satu monumen penting di Hoorn
adalah patung Jan Pieterzoon Coen yang berdiri megah di alun-alun pusat kota.
Dilihat dari segi artistik, patung itu indah, tetapi bagi beberapa kalangan,
patung JP Coen sangat mengganggu. Patung itu
melambangkan penghormatan terhadap seorang pembantai terbesar dalam sejarah
Belandac Begitu pendapat Eric van de Beek, pemrakarsa Burgerinitiatief atau
Prakarsa Warga yang ingin patung itu dipindahkan dari Alun-alun Hoorn ke
museum.
Di
Belanda, patung JP Coen di kota kelahirannya sudah diprotes sejak lama. Protes
terhadap monumen atau nama adalah gejala segala zaman, dan terjadi di berbagai
tempat. Walaupun sudah lama diprotes, baru sekarang Pemda Kotapraja Hoorn
bersedia mencari kompromi. Pemda menolak memindahkan patung yang diresmikan
pada 1893 itu. Tapi pada Radio Nederland, JP Westenberg,
pejabat Pemda Bidang Seni Budaya, menjelaskan, "Mempelajari kembali
siapa JP Coen dan apa saja ulahnya di Nusantara kala itu”. Patung itu akan
dilengkapi dengan naskah yang menjelaskan segi-segi positif dan negatif JP
Coen.
Langganan:
Postingan (Atom)